GP. ANSOR LORAM KULON - KUDUS

Rabu, 19 Oktober 2011

Etika Muslim Berbicara


Allah berfirman: "Tiada suatu
ucapanpun yang diucapkannya
melainkan ada di dekatnya
Malaikat Pengawas yang selalu
hadir." (QS Qâf [50]:18) Kebanyakan dari kita tidak
menyadari bahwa apa yang kita
ucapkan akan ada catatannya.
Kita seenaknya saja berkata-
kata. Bahkan terkadang kita
mengeluarkan kata-kata yang tidak disukai oleh Allah dan
Rasul-Nya. Alih-alih bisa
menyejukkan hati orang yang
mendengarnya, kata-kata yang
keluar dari mulut kita
kebanyakan kata-kata yang bisa menjadikan hati membatu, lebih
jauhnya lagi memicu permusuhan
dan pertengkaran. Baik kita
melakukannya secara langsung
maupun melalui alat-alat
komunikasi. Sekarang ini, tidak sedikit orang
yang dijebloskan ke penjara
hanya gara-gara menuliskan
sebuah kalimat di jejaring sosial
yang mengandung pelecehan. Di
dunia saja kata-kata yang kita ucapkan sudah diperhitungkan
orang lain, apalagi di akhirat
kelak. Ingat pepatah mengatakan
“mulutmu adalah harimaumu.”
Oleh karena itu, kita harus
pandai-pandai menjaga lisan kita. Jika lisan kita terjaga maka kita
akan selamat. Islam telah memberikan
peraturan kepada kita dalam
segala aspek kehidupan.
Termasuk dalam cara berbicara
atau berkomunikasi. Rasulullah
Saw. Mengaitkan kesempurnaan iman seseorang dengan
perkataan yang keluar dari
lisannya. Beliau bersabda: "Siapa
saja yang beriman kepada Allah
dan hari akhir maka berkatalah
yang baik atau diamlah.” (HR Bukhari dan Muslim). Perkataan yang baik adalah
perkataan yang mengandung
hikmah dan bisa mendekatkan
diri kepada Allah. Dan contoh
terbaik yang bisa kita ikuti dalam
bertutur adalah Rasulullah Saw, para sahabat dan salafushalih.
Ada beberapa etika yang harus
kita perhatikan dalam berbicara
atau bercakap-cakap dengan
orang lain. Dalam al-Wafi
disebutkan beberapa etika berbicara, diantaranya: #1 Hendaklah kita membicarakan
sesuatu yang bermanfaat, dan
menahan diri dari pembicaraan
yang mengandung sesuatu yang
diharamkan. Allah Swt berfirman:
"Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan
dan perkataan) yang tiada
berguna," (Qs al-Muminûn [23]:3).
Lagha dalam ayat ini maksudnya
adalah perkatataan/pembicaraan
yang bathil, seperti ghibah, namimah, dan sebagainya. #2 Hendaklah kita tidak banyak
membicarakan hal-hal yang
mubah, karena akan menjurus
kepada sesuatu yang haram dan
makruh. Dalam hal ini Rasulullah
SAW bersabda: "Janganlah kalian banyak berkata-kata kecuali
perkataan yang mengandung
dzikrullah, karena banyak
berkata-kata yang tidak
mengandung dzikrullah akan
membuat hati membatu, sedangkan sejauh-jauhnya
manusia adalah orang yang
keras hatinya.” (HR Tirmidzi dari
Ibnu ‘Umar). Dalam sebuah riwayat ‘Umar
ra.berkata,”Siapa saja yang
banyak berbicara/berkata-kata
maka akan sering pula ia
tergelincir, siapa saja yang
banyak tergelincir maka akan banyak pula dosanya, dan siapa
saja yang dosanya maka
nerakalah tempat yang lebih
utama baginya.” #3 Hendaklah kita berbicara
sesuai dengan kebutuhan, atau
dalam rangka menerangkan
kebenaran, dan amar makruf
nahyi mungkar, sehingga
diharapkan dari hal tersebut kita dapat mengambil pelajaran
berupa sifat-sifat yang mulia dan
meninggalkan perbuatan maksiat,
karena jika diam/ tidak banyak
mengomentari kebenaran dengan
komentar yang bukan-bukan maka setan pun akan termangu
dan tidak akan bisa berbuat
banyak. Itulah beberapa di antara etika
berbicara yang harus kita
perhatikan. Apalagi di zaman
sekarang ini, kebanyakan orang
lebih senang membicarakan
sesuatu yang sia-sia dan lebih nyaman mendengarkan syair-
syair yang tidak bermutu
daripada mendengarkan ayat-
ayat suci dan menyebut-nyebut
asma Allah. Sehingga peluang
untuk mendapatkan rahmat Allah terasa sangat jauh. Dengan
menjaga lisan kita dan
membiasakannya untuk
mengeluarkan kata-kata yang
bermakna dan bermanfaat maka
kita memiliki peluang yang sangat besar meraih keridoan dan
rahmat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar