GP. ANSOR LORAM KULON - KUDUS

Sabtu, 29 Oktober 2011

Jumlah Pria lebih banyak daripada Perempuan


Populasi dunia akan mencapai 7 miliar
akhir Oktober 2011 ini. Tapi
rasio jumlah penduduk lelaki dan
perempuan saat ini saja sudah
tidak ideal lagi karena populasi
pria makin banyak. Negara yang punya penduduk pria banyak
dianggap berbahaya dan dinilai
menjadi ancaman bagi negara
lain. Para ahli memperingatkan
bahwa rasio jenis kelamin yang
timpang bisa menyulut
munculnya masyarakat yang
didominasi para lajang yang
didorong oleh persaingan agresif untuk mencari
pasangan, adu kekuatan berupa
perang atau munculnya wisata
seks. Alam menyediakan suatu
standar biologis perbandingan
jenis kelamin yang kaku
sebanyak 104-106 laki-laki
untuk setiap 100 perempuan.
Setiap perbedaan signifikan dari kisaran yang sempit hanya
dapat dijelaskan oleh faktor-
faktor yang abnormal. Di India dan Vietnam rasio
perbandingan perempuan dan
laki-laki angkanya adalah
sekitar 112 anak laki-laki untuk
setiap 100 anak perempuan. Di
China hampir 120 anak laki-laki untuk 100 anak perempuan dan
di beberapa tempat bahkan ada
yang lebih tinggi dari 130 anak
laki-laki. Dan kecenderungan ini makin
menyebar. Di daerah Kaukasus
Selatan seperti Azerbaijan,
Georgia dan Armenia, rasio
kelahirannya lebih dari 115 anak
laki-laki untuk 100 anak perempuan dan tetap seperti
demikian hingga ke barat,
Serbia dan Bosnia. Pakar populasi dari Prancis
Christophe Guilmoto
menyebutnya dengan istilah
'maskulinisasi demografis yang
mengkhawatirkan'. Konsekuensi
fenomena ini di negara-negara seperti India dan China sebagai
akibat dari aborsi masih belum
jelas. Tapi banyak ahli yang percaya
bahwa kurangnya wanita
dewasa yang dialami saat ini
akan berdampak dalam pada 50
tahun ke depan sebagaimana
dampak perubahan iklim. Masalah kesadaran global itu
bangkit kembali pada tahun
1990 lewat sebuah artikel
pemenang Nobel ekonom India,
Amartya Sen dengan judulnya
yang terkenal 'More Than 100 Million Women Are Missing'. Dalam artikel itu dijelaskan
bahwa rendahnya perbandingan
wanita saat ini diakibatkan
pilihan tradisional terhadap
anak laki-laki, menurunnya
kesuburan, dan yang paling penting adalah munculnya
teknologi murah untuk
menentukan jenis kelamin
sebelum kelahiran. Sebanyak setengah juta janin
perempuan diperkirakan
digugurkan setiap tahunnya di
India, menurut sebuah studi oleh
jurnal kesehatan Inggris, The
Lancet. "Dulu, warga desa harus pergi
ke kota untuk mendapatkan
sonogram (USG). Sekarang,
sonographer lah yang pergi ke
desa-desa untuk melayani
orang yang ingin melahirkan anak laki-laki," kata Poonam
Muttreja, direktur eksekutif
yayasan non-profit Population
Foundation di India seperti
dikutip dari The Sydney Morning
Herald, Jum'at (28/10/2011). Bagaimana perubahan yang
mungkin diwujudkan untuk
mengatasi masalah ini masih
hangat diperdebatkan.
Beberapa orang memperkirakan
terjadinya peningkatan poliandri dan wisata seks. Sementara
lainnya memprediksi munculnya
bencana akibat kelebihan laki-
laki di masyarakat akan
menyebabkan pembunuhan jenis
kelamin, kekerasan, dan konflik dianggap sah-sah saja. Ilmuwan politik Valerie Hudson
dan Andrea den Boer, telah
mengumumkan kekhawatiran ini
beberapa tahun lalu. Mereka
menulis bahwa negara-negara
Asia dengan jumlah laki-laki yang terlalu banyak akan
menimbulkan ancaman
keamanan di negara Barat. "Tingginya perbandingan jenis
kelamin di masyarakat hanya
bisa dikuasai oleh rezim otoriter
yang mampu menekan
kekerasan di dalam negeri dan
mengekspornya ke luar negeri melalui penjajahan atau
perang," kata Hudson dan Boer. Mara Hvistendahl, koresponden
majalah Science dan penulis
buku Unnatural Selection yang
baru-baru diterbitkan,
mengatakan bahwa
kekhawatiran akan perang skala penuh tersebut tidaklah
berdasar dan India tetap
menjadi negara demokrasi yang
berkembang, meskipun
ketidakseimbangan gendernya
teramat tinggi. Namun dia setuju dengan argumen yang
mendasari. "Secara historis, masyarakat di
mana laki-laki yang melebihi
jumlah wanita bukanlah tempat
tinggal yang menyenangkan.
Mereka sering kali tidak stabil
dan melakukan kekerasan," katanya. Badan-badan PBB telah
mengeluarkan peringatan
serupa mengenai hubungan
antara kelangkaan perempuan,
peningkatan perdagangan seks
dan perpindahan pernikahan. Sementara itu, beberapa solusi
telah ditawarkan. Aborsi adalah
ilegal di China dan India, namun
para pejabat mengatakan
bahwa hukum sangat sulit
ditegakkan. "Tidak ada senjata pamungkas.
Di beberapa negara di Eropa
Timur, orang benar-benar tidak
menyadari apa yang sedang
terjadi," kata Guilmoto. Dia yakin bahwa prioritas
pertama adalah memastikan
masalah ini benar-benar
dipublikasikan, tidak hanya di
negara berkembang saja.
Negara-negara di maju di Eropa dan Amerika memang memiliki
perbandingan jumlah perempuan
yang lebih banyak dibanding
laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar